Minggu, 17 Oktober 2010

Tugas Siswa

Tugas Siswa

Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Setelah ditetapkan sebagai salah satu pilot project (proyek percontohan) sebagai sekolah "budaya dan karakter bangsa", maka nilai-nilai yang harus dikembangkan adalah sebagai berikut: nilai, religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, keatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.

Pada dasarnya nilai-nilai tersebut sudah dikembangkan hanya belum maksimal. Jika nilai-nilai tersebut sudah terpatri pada seluruh warga sekolah, maka tidak akan ada penyimpangan-penyimpangan seperti, perkelahian, siswa yang menyontek atau mempersiapkan jimat ketika hendak menghadapi ujian, tidak akan ada kehilangan, korupsi, lingkungan sekolah bersih, siswa yang cabut ketika jam pelajaran, dll.

Intinya nilai-nilai tersebut bertujuan membentuk siswa-siswa agar memliki akhlak mulia dan budi pekerti yang luhur.

Kamis, 30 September 2010

Sertifikasi Bukan Menilai Mutu Guru


Senin, 27 September 2010 | 22:13 WIB
M.LATIEF/KOMPAS.COM
Ilustrasi: Seorang guru yang ingin naik golongan dari 4A ke 4B ke atas harus ada pengembangan profesi, salah satunya dengan membuat karya ilmiah.
JAKARTA, KOMPAS.com - Sertifikasi guru bukan ukuran yang tepat untuk menilai peningkatan mutu guru. Sebab, sertifikasi guru lebih merupakan proses untuk menetapkan guru apakah memenuhi syarat atau tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
Jangan hanya menyalahkan guru.
-- Sulistiyo
Pasalnya, peningkatan mutu guru pascasertifikasi tidak serta-merta meningkat tajam. Karena itu, program sertifikasi guru yang dilaksanakan pemerintah hingga tahun 2015, baik lewat penilaian portofolio maupun pendidikan dan pelatihan guru, tetap harus diikuti dengan pembinaan pengembangan profesi guru secara berkelanjutan.
"Jika pemerintah dan masyarakat belum puas dengan kinerja guru pascasertifikasi, jangan hanya menyalahkan guru. Selama ini, pembinaan dan pelatihan pada guru secara massal ketika ada kebijakan pendidikan yang berubah. Tetapi pembinaan secara sistematis dan komprhensif tidak terjadi," kata Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sulistiyo pascarapat koordinasi nasional PGRI akhir pekan lalu.di Jakarta, Senin (27/9/2010).
Sulistiyo mengatakan peningkatan mutu guru tidak bisa dilaksanakan dengan pendekatan proyek. Untuk itu, keseriusan penanganan guru harus jadi komitmen pemerintah. Salah satunya lewat direktorat jenderal peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang sudah ada.
"Bukan dibongkar-pasang sesukanya. Potret guru saat ini merupakan hasil dari pembinaan di masa lalu. Kita sudah tidak bisa coba-coba lagi dalam peningkatan mutu guru. Kita mesti sudah punya sistem pembinaan profesionalisme guru yang mantap," jelas Sulistiyo.
Ketua Harian Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi mengatakan peningkatan mutu guru pascasertifikasi ada, namun belum signifikan. Namun, kenyataan itu bukan berarti sertifikasi tidak berhasil.
Menurut Unifah, profesionalisme guru dapat berjalan jika ada sebuah sistem yang terus-menerus menjaga pembinaan guru berjalan. Selain itu, dalam diri guru itu sendiri harus ada komitmen untuk menjadi guru sejati.
Unifah mencontohkan, di Singapura pemerintah mengharuskan guru mendapatkan pelatihan selama 100 jam per tahun. "Para guru terus mendapat pelatihan mendasar untuk membuat mereka kaya dalam mengembangkan metodologi dan bahan ajar untuk mendorong prestasi siswa," katanya. 
Penulis: Ester Lince Napitupulu   |   Editor: I Made AsdhianaDibaca : 1345

Wahai Sekolah, Terbukalah Soal Keuangan

Kamis, 30 September 2010 | 19:12 WIB
M.LATIEF/KOMPAS.COM
Ilustrasi: Lebih baik izin yang diberikan untuk sekolah yang lokasinya di daerah pinggiran, ini tentunya akan mengurangi kemacetan.
JAKARTA- KOMPAS.com - Kasus SDN RSBI Rawamangun 12 yang tidak mau terbuka kepada orangtua murid terkait transparasi keuangan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Block Grant membuat berbagai kalangan menyatakan pendapatnya.
"Ini merupakan masalah klasik, departemen pendidikan tidak pernah meminta transparasi dari seluruh sekolah tiap tahunnya yang dananya tiap tahun terus meningkat," ungkap Director Institute For Civic Education on Indonesia, Irma Hutabarat, Kamis (30/9/2010) saat menghadiri acara dialog budaya dan pelantikan Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia (ILUNI FIB UI).
Irma menambahkan, setiap program yang diadakan di sekolah seperti pengadaan buku dan komputer dijadikan ajang "mesin uang" bagi sekolah yang bersangkutan. "Transparasi keuangan itu merupakan keniscayaan, orang tua murid harus diberlakukan seperti konsumen, dimana hak mereka untuk mengetahui transparasi keuangan," tandas Irma.
"Orangtua bayar iuran sekolah tiap bulannya dia harus diberlakukan sebagai konsumen. Jadi harus memiliki laporan kemana uang itu mengalir, apakah dipakai untuk anak didiknya atau malah dibelanjakan oleh sekolahnya" lanjut Irma.
Irma memaparkan, semua kalangan, baik itu Indonesia Corruption Watch (ICW), komite sekolah, dan Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG) harus bekerja sama menangani kaus ini.
Disinggung mengenai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Indonesia, Irma mengatakan bahwa pendidikan seyogianya didapatkan dari rumah yaitu lewat orangtua. "Sekolah RSBI itu karena orangtuanya yang malas tidak mau menanamkan ilmu ke anaknya, sehingga memasukkan anaknya sekolah di RSBI," ujar Irma.
"Masuk RSBI itu dengan harapan bisa maju, padahal tidak jaminan, karena semua yang anak tahu biasanya dari orangtua, seperti tentang kejujuran, berani, toleransi. Orientasi sekolah hanya nilai, jadi jangan dijadikan tren sekolah mahal-mahal," ungkap Irma.
Penulis: Aprianita   |   Editor: I Made AsdhianaDibaca : 31

Kamis, 23 September 2010

KUALITAS GURU




Pendidikan Profesi Guru Masih Terbatas
Selasa, 14 September 2010 | 03:23 WIB
Jakarta, Kompas - Pendidikan profesi guru selama enam bulan atau satu tahun di lembaga pendidikan tenaga kependidikan masih dijalankan secara terbatas. Padahal, kebutuhan guru yang memiliki sertifikat pendidik sebagai guru profesional sudah mendesak.
Pada saat pemerintah berencana memulai pendidikan profesi guru (PPG)—yang terbuka untuk lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) negeri dan swasta—tahun ini izin penyelenggaraannya di perguruan tinggi swasta justru belum keluar.
”Sampai saat ini izin penyelenggaraannya belum keluar. Padahal, LPTK yang memenuhi syarat sudah diseleksi,” kata Bendahara Asosiasi LPTK Swasta Indonesia Muhdi.
Meski demikian, Muhdi menegaskan, PPG tetap harus segera dilaksanakan karena telah diamanatkan dalam UU Guru dan Dosen. Hingga tahun 2014 nanti jumlah guru yang pensiun mencapai 206.408 orang.
Tidak semua guru dapat memperoleh sertifikat pendidik lewat program sertifikasi dengan penilaian portofolio. Padahal, para guru nantinya hanya bisa mengajar sesuai sertifikat pendidik yang diperolehnya. Guru TK dan SD akan menjadi guru kelas, sedangkan guru mata pelajaran harus mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Bedjo Sujanto, Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Senin (13/9), menjelaskan, PPG menjalankan LPTK sesuai kuota dari pemerintah. Program ini sudah dimulai tahun lalu, tetapi baru untuk guru dalam jabatan.
Tahun lalu UNJ menjalankan PPG untuk 80 guru. Program dijalankan setahun bagi guru Bimbingan Konseling dan Matematika.
”Pendidikan profesi guru baru untuk guru yang sudah ada. Untuk umum, yakni lulusan sarjana pendidikan dan nonkependidikan, belum dibuka,” ujar Bedjo.
Guru mata pelajaran mengikuti pendidikan profesi selama satu tahun. Adapun guru SD hanya enam bulan karena menjadi guru kelas.
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Rochmat Wahab mengatakan, PPG di kampus ini sudah dilaksanakan untuk 148 guru SD. Para guru itu mendapat beasiswa dari pemerintah. (ELN)

MUTU PENDIDIKAN


Guru, Kunci Sukses Pendidikan Dasar
Selasa, 21 September 2010 | 03:56 WIB
Jakarta, Kompas - Kesuksesan pendidikan dasar bukan sekadar menghadirkan anak- anak usia wajib belajar secara fisik di sekolah. Tantangan terberat justru memastikan anak-anak usia wajib belajar ini mendapatkan layanan pendidikan bermutu yang membuat mereka mampu mencapai tujuan belajar, menyelesaikan sekolah, dan memiliki kemampuan menghadapi masa depan.
”Untuk mencapai pendidikan dasar berkualitas di suatu negara, guru punya peran penting. Kita butuh guru yang terlatih baik dan memiliki motivasi tinggi,” ungkap Hubert Gijzen, DirekturOrganisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa(UNESCO) Perwakilan Kantor Jakarta, dalam pembukaan program pelatihan guru internasional E-9 (sembilan negara berpenduduk terbanyak di dunia) di Jakarta, Senin (20/9).
Pelatihan diikuti 320 guru dari empat negara E-9, yakni Indonesia, Mesir, Banglades, dan Meksiko. Adapun China, India, Pakistan, Brasil, dan Nigeria tidak mengirimkan perwakilan.
Gijzen menambahkan, kebijakan Pemerintah Indonesia yang mereformasi guru merupakan langkah yang tepat. Fokus pada peningkatan mutu dan profesionalisme guru dapat mendorong tercapainya pendidikan untuk semua, termasuk di daerah-daerah terpencil dan kelompok masyarakat yang termarjinalkan.
Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menambahkan, para guru dari negara E-9 memiliki masalah dan tantangan pendidikan yang sama. Mereka bisa saling belajar untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan motivasi diri. (ELN)
Dibaca : 201