Kamis, 30 September 2010

Sertifikasi Bukan Menilai Mutu Guru


Senin, 27 September 2010 | 22:13 WIB
M.LATIEF/KOMPAS.COM
Ilustrasi: Seorang guru yang ingin naik golongan dari 4A ke 4B ke atas harus ada pengembangan profesi, salah satunya dengan membuat karya ilmiah.
JAKARTA, KOMPAS.com - Sertifikasi guru bukan ukuran yang tepat untuk menilai peningkatan mutu guru. Sebab, sertifikasi guru lebih merupakan proses untuk menetapkan guru apakah memenuhi syarat atau tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
Jangan hanya menyalahkan guru.
-- Sulistiyo
Pasalnya, peningkatan mutu guru pascasertifikasi tidak serta-merta meningkat tajam. Karena itu, program sertifikasi guru yang dilaksanakan pemerintah hingga tahun 2015, baik lewat penilaian portofolio maupun pendidikan dan pelatihan guru, tetap harus diikuti dengan pembinaan pengembangan profesi guru secara berkelanjutan.
"Jika pemerintah dan masyarakat belum puas dengan kinerja guru pascasertifikasi, jangan hanya menyalahkan guru. Selama ini, pembinaan dan pelatihan pada guru secara massal ketika ada kebijakan pendidikan yang berubah. Tetapi pembinaan secara sistematis dan komprhensif tidak terjadi," kata Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sulistiyo pascarapat koordinasi nasional PGRI akhir pekan lalu.di Jakarta, Senin (27/9/2010).
Sulistiyo mengatakan peningkatan mutu guru tidak bisa dilaksanakan dengan pendekatan proyek. Untuk itu, keseriusan penanganan guru harus jadi komitmen pemerintah. Salah satunya lewat direktorat jenderal peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang sudah ada.
"Bukan dibongkar-pasang sesukanya. Potret guru saat ini merupakan hasil dari pembinaan di masa lalu. Kita sudah tidak bisa coba-coba lagi dalam peningkatan mutu guru. Kita mesti sudah punya sistem pembinaan profesionalisme guru yang mantap," jelas Sulistiyo.
Ketua Harian Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi mengatakan peningkatan mutu guru pascasertifikasi ada, namun belum signifikan. Namun, kenyataan itu bukan berarti sertifikasi tidak berhasil.
Menurut Unifah, profesionalisme guru dapat berjalan jika ada sebuah sistem yang terus-menerus menjaga pembinaan guru berjalan. Selain itu, dalam diri guru itu sendiri harus ada komitmen untuk menjadi guru sejati.
Unifah mencontohkan, di Singapura pemerintah mengharuskan guru mendapatkan pelatihan selama 100 jam per tahun. "Para guru terus mendapat pelatihan mendasar untuk membuat mereka kaya dalam mengembangkan metodologi dan bahan ajar untuk mendorong prestasi siswa," katanya. 
Penulis: Ester Lince Napitupulu   |   Editor: I Made AsdhianaDibaca : 1345

Wahai Sekolah, Terbukalah Soal Keuangan

Kamis, 30 September 2010 | 19:12 WIB
M.LATIEF/KOMPAS.COM
Ilustrasi: Lebih baik izin yang diberikan untuk sekolah yang lokasinya di daerah pinggiran, ini tentunya akan mengurangi kemacetan.
JAKARTA- KOMPAS.com - Kasus SDN RSBI Rawamangun 12 yang tidak mau terbuka kepada orangtua murid terkait transparasi keuangan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Block Grant membuat berbagai kalangan menyatakan pendapatnya.
"Ini merupakan masalah klasik, departemen pendidikan tidak pernah meminta transparasi dari seluruh sekolah tiap tahunnya yang dananya tiap tahun terus meningkat," ungkap Director Institute For Civic Education on Indonesia, Irma Hutabarat, Kamis (30/9/2010) saat menghadiri acara dialog budaya dan pelantikan Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia (ILUNI FIB UI).
Irma menambahkan, setiap program yang diadakan di sekolah seperti pengadaan buku dan komputer dijadikan ajang "mesin uang" bagi sekolah yang bersangkutan. "Transparasi keuangan itu merupakan keniscayaan, orang tua murid harus diberlakukan seperti konsumen, dimana hak mereka untuk mengetahui transparasi keuangan," tandas Irma.
"Orangtua bayar iuran sekolah tiap bulannya dia harus diberlakukan sebagai konsumen. Jadi harus memiliki laporan kemana uang itu mengalir, apakah dipakai untuk anak didiknya atau malah dibelanjakan oleh sekolahnya" lanjut Irma.
Irma memaparkan, semua kalangan, baik itu Indonesia Corruption Watch (ICW), komite sekolah, dan Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG) harus bekerja sama menangani kaus ini.
Disinggung mengenai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Indonesia, Irma mengatakan bahwa pendidikan seyogianya didapatkan dari rumah yaitu lewat orangtua. "Sekolah RSBI itu karena orangtuanya yang malas tidak mau menanamkan ilmu ke anaknya, sehingga memasukkan anaknya sekolah di RSBI," ujar Irma.
"Masuk RSBI itu dengan harapan bisa maju, padahal tidak jaminan, karena semua yang anak tahu biasanya dari orangtua, seperti tentang kejujuran, berani, toleransi. Orientasi sekolah hanya nilai, jadi jangan dijadikan tren sekolah mahal-mahal," ungkap Irma.
Penulis: Aprianita   |   Editor: I Made AsdhianaDibaca : 31

Kamis, 23 September 2010

KUALITAS GURU




Pendidikan Profesi Guru Masih Terbatas
Selasa, 14 September 2010 | 03:23 WIB
Jakarta, Kompas - Pendidikan profesi guru selama enam bulan atau satu tahun di lembaga pendidikan tenaga kependidikan masih dijalankan secara terbatas. Padahal, kebutuhan guru yang memiliki sertifikat pendidik sebagai guru profesional sudah mendesak.
Pada saat pemerintah berencana memulai pendidikan profesi guru (PPG)—yang terbuka untuk lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) negeri dan swasta—tahun ini izin penyelenggaraannya di perguruan tinggi swasta justru belum keluar.
”Sampai saat ini izin penyelenggaraannya belum keluar. Padahal, LPTK yang memenuhi syarat sudah diseleksi,” kata Bendahara Asosiasi LPTK Swasta Indonesia Muhdi.
Meski demikian, Muhdi menegaskan, PPG tetap harus segera dilaksanakan karena telah diamanatkan dalam UU Guru dan Dosen. Hingga tahun 2014 nanti jumlah guru yang pensiun mencapai 206.408 orang.
Tidak semua guru dapat memperoleh sertifikat pendidik lewat program sertifikasi dengan penilaian portofolio. Padahal, para guru nantinya hanya bisa mengajar sesuai sertifikat pendidik yang diperolehnya. Guru TK dan SD akan menjadi guru kelas, sedangkan guru mata pelajaran harus mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Bedjo Sujanto, Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Senin (13/9), menjelaskan, PPG menjalankan LPTK sesuai kuota dari pemerintah. Program ini sudah dimulai tahun lalu, tetapi baru untuk guru dalam jabatan.
Tahun lalu UNJ menjalankan PPG untuk 80 guru. Program dijalankan setahun bagi guru Bimbingan Konseling dan Matematika.
”Pendidikan profesi guru baru untuk guru yang sudah ada. Untuk umum, yakni lulusan sarjana pendidikan dan nonkependidikan, belum dibuka,” ujar Bedjo.
Guru mata pelajaran mengikuti pendidikan profesi selama satu tahun. Adapun guru SD hanya enam bulan karena menjadi guru kelas.
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Rochmat Wahab mengatakan, PPG di kampus ini sudah dilaksanakan untuk 148 guru SD. Para guru itu mendapat beasiswa dari pemerintah. (ELN)

MUTU PENDIDIKAN


Guru, Kunci Sukses Pendidikan Dasar
Selasa, 21 September 2010 | 03:56 WIB
Jakarta, Kompas - Kesuksesan pendidikan dasar bukan sekadar menghadirkan anak- anak usia wajib belajar secara fisik di sekolah. Tantangan terberat justru memastikan anak-anak usia wajib belajar ini mendapatkan layanan pendidikan bermutu yang membuat mereka mampu mencapai tujuan belajar, menyelesaikan sekolah, dan memiliki kemampuan menghadapi masa depan.
”Untuk mencapai pendidikan dasar berkualitas di suatu negara, guru punya peran penting. Kita butuh guru yang terlatih baik dan memiliki motivasi tinggi,” ungkap Hubert Gijzen, DirekturOrganisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa(UNESCO) Perwakilan Kantor Jakarta, dalam pembukaan program pelatihan guru internasional E-9 (sembilan negara berpenduduk terbanyak di dunia) di Jakarta, Senin (20/9).
Pelatihan diikuti 320 guru dari empat negara E-9, yakni Indonesia, Mesir, Banglades, dan Meksiko. Adapun China, India, Pakistan, Brasil, dan Nigeria tidak mengirimkan perwakilan.
Gijzen menambahkan, kebijakan Pemerintah Indonesia yang mereformasi guru merupakan langkah yang tepat. Fokus pada peningkatan mutu dan profesionalisme guru dapat mendorong tercapainya pendidikan untuk semua, termasuk di daerah-daerah terpencil dan kelompok masyarakat yang termarjinalkan.
Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menambahkan, para guru dari negara E-9 memiliki masalah dan tantangan pendidikan yang sama. Mereka bisa saling belajar untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan motivasi diri. (ELN)
Dibaca : 201

Minggu, 19 September 2010

Daya Saing Pendidikan Indonesia Naik


Jumat, 17 September 2010 | 22:04 WIB
KOMPAS/ENY PRIHTIYANI
Mendiknas mengatakan, bobot atau persentase pendidikan karakter perlu mendapatkan perhatian khusus mulai jenjang pra sekolah sampai perguruan tinggi.
TERKAIT:
JAKARTA, KOMPAS.com - Daya saing pendidikan dasar dan tinggi Indonesia secara global pada tahun ini meningkat. Pencapaian ini diharapkan akan terus mendorong peningkatan kondisi dan kualitas pendidikan yang dapat semakin meningkatkan daya saing bangsa dalam kancah internasional.
Tetapi kita jangan terlalu senang-senang dulu dengan hasil ini.
-- M Nuh
Laporan dalam The Global Competitiveness Report 2010-2011 yang dilucurkan Forum Ekonomi Dunia pekan lalu menyebutkan, indeks daya saing global atau global competitiveness index (GCI) Indonesia meningkat. Pada tahun ini, GCI Indonesia berada di posisi ke-44 dari 139 negara, sedangkan tahun lalu di peringkat ke-54 dari 133 negara.
Adapun sejumlah negara tetangga Indonesia berada pada peringkat yang lebih baik. Singapura berada di posisi ke-3, Malaysia di posisi ke-26, Brunei Darussalam di peringkat ke-28, dan Thailand di posisi ke-38.
Perbaikan peringkat GCI Indonesia itu terutama disebabkan oleh kondisi makro ekonomi yang lebih sehat. Selain itu, indikator-indikator pendidikan di jenjang pendidikan dasar dan tinggi juga lebih baik.
"Pendidikan berkontribusi untuk meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global. Tetapi kita jangan terlalu senang-senang dulu dengan hasil ini. Tetap mesti bekerja keras untuk menjaga dan meningkatkan kemajuan di bidang pendidikan," kata Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh di Jakarta, Jumat (17/9/2010).
Indikator pendidikan dasar Indonesia meningkat untuk kualitas pendidikan dasar (dari posisi 58 ke 55), dan partisipasi pendidikan dasar (dari 56 ke 52). Terdongkraknya daya saing global Indonesia juga didorong pendidikan tinggi dan pelatihan untuk indikator partisipasi pendidikan tinggi, kualitas sistem pendidikan, kualitas matematika dan sains, akses internet di sekolah, dan pelatihan staf.
Peningkatan di bidang inovasi didorong kerja sama penelitian industri-perguruan tinggi yang semakin baik. Kolaborasi universitas-industri Indonesia berada di peringkat 26.
Di tengah perbaikan indikator pendidikan itu, beberapa indikator lainnya yang juga penting justru menurun. Penurunan itu terjadi pada indikator partisipasi pendidikan menengah, kualitas sekolah manajemen, kualitas lembaga penelitian, serta ketersediaan lembaga penelitian dan pelatihan di tingkat lokal.

Selasa, 14 September 2010

Stisipol Kembali Dikukuhkan


PDFCetakE-mail
Selasa, 14 September 2010 09:39 (harian batam pos)
TANJUNGPINANG(BP)— Setelah ”bercerai” dari Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH),
Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisipol) Raja Haji Tanjungpinang akhirnya
kembali berdiri sendiri menyusul terbitnya SK Mendiknas No 132/D/O/2010 tanggal
7 September 2010 yang ditandatangani Dirjen Dikti, Djoko Santoso. Berdasarkan SK
Mendiknas tersebut, Stisipol memiliki tiga program studi, yaitu Ilmu Administrasi
Negara, Ilmu Pemerintahan dan Sosiologi.

Terkait dengan pengukuhan kembali Stisipol Raja Haji Tanjungpinang itu, Koordinator
Kopertis X Sumbar, Riau, Jambi Kepri, Prof DR H Elfindri, SE,MA
mengharapkan Stisipol dapat lebih berkembang dan menjadi semakin baik ke
depannya. Hal ini bisa dilakukan dan tergantung dari para dosennya, dari
proses belajar mengajarnya dan lainnya.  Menjawab pertanyaan tentang belum
berhasilnya perjuangan UMRAH menjadi perguruan tinggi negeri (PTN), Elfindri
mengatakan, untuk menjadi PTN banyak persyaratannya dan mungkin ada
persyaratan yang belum dilengkapi. Untuk itu harus ada upaya yang lebih
keras dan meyakinkan supaya bisa menjadi PTN.

Dalam kesempatan terpisah Ketua Stisipol Raja Haji, Zamzami A Karim MA
mengaku sangat berbahagia atas terbitnya SK Mendiknas yang mengukuhkan
kembali tegaknya Stisipol sebagai perguruan tinggi swasta yang mandiri
di Tanjungpinang. Setelah kembali berdiri sendiri, mereka akan berupaya
lebih keras dan berencana untuk membuka program studi baru yang sebelumnya
sudah dirancang yaitu program studi Ilmu Administrasi Niaga dan Ilmu Komunikasi.

Kedua program studi tersebut sebelumnya sudah pernah dirancang, namun
urung dilakukan menyusul bergabungnya Stisipol dengan Politeknik Batam yang
kemudian melahirkan UMRAH. Sebagai salah satu perguruan tinggi tertua di Kepri,
Stisipol kini memiliki sekitar 40-an orang dosen yang nyaris seluruhnya sudah
berstatus master atau S2.
Selain itu, seorang di antaranya sudah S3, yakni DR yaitu Suhardi Mukhlis
dan 3 orang lainnya lagi sedang menyelesaikan S3.  ‘’Peningkatkan kualitas
dosen menjadi salah satu prioritas yang kita laksanakan dan akan terus
dilaksanakan. Apalagi setelah dikukuhkan kembali oleh Mendiknas, pengukuhan
ini sangat kita syukuri namun menjadi tantangan agar kita berupaya lebih keras.
Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Kepri,” kata Zamzami A Karim.

Ditambahkannya, saat ini Stisipol memiliki sekitar 1500-an orang mahasiswa dan
sekitar 600-an orang alumni. Umumnya, alumni Stisipol berkarir di pemerintahan
dan sejumlah diantaranya sekarang menduduki jabatan struktural yang strategis.
Mulai dari lurah, camat, kepala dinas, asisten dan lain-lain.  Salah seorang
mahasiswa Stisipol Raja Haji, Indra menyambut gembira pengukuhan kembali
Stisipol sebagai perguruan tinggi swasta yang berdiri sendiri. Dia yakin, kampusnya
akan berkembang lagi.  (git)

Naikkan Insentif Guru Non PNS


PDFCetakE-mail
Selasa, 14 September 2010 13:44 


batampos.co.id - Kemendiknas mengusulkan kenaikan tunjangan fungsional guru non-PNS

(pegawai negeri sipil) dan pengajar yang bertugas di daerah terpencil dalam APBN 2011. 
Kenaikan tersebut diusulkan sebesar 36 persen dan 63 persen dari tunjangan fungsional
yang diberikan tahun ini.

Mendiknas M. Nuh menyebut kenaikan tunjangan itu diusulkan untuk memenuhi kesejahteraan 
guru non-PNS yang sudah mendapatkan sertifikat atau lulus sertifikasi. Tunjangan mereka yang
semula Rp 220 ribu setiap bulan akan naik menjadi Rp 300 ribu atau sekitar 36 persen. 
"(Kenaikan) itu kini kami usulkan di DPR untuk anggaran tahun depan," ujarnya kemarin (13/9).

Untuk guru yang bertugas di daerah terpencil, papar Nuh, akan diusulkan kenaikan tunjangan
fungsional hingga 63 persen. Tahun ini tunjangan tersebut sebesar Rp 1,35 juta dan akan 
ditingkatkan menjadi Rp 2,2 juta setiap bulan per pendidik. "Para guru yang bertugas di daerah 
perbatasan dan daerah khusus juga akan diberi kenaikan tunjangan," tuturnya.

Nuh menilai tunjangan guru di daerah terpencil memang pantas dinaikkan lebih dari 50 persen.
Tujuannya, memeratakan jumlah pendidik yang bertugas di daerah dan ibu kota. "Sebab, masih
banyak guru yang nggak mau dipindah ke daerah terpencil," ucap mantan rektor ITS Surabaya itu.

Kebutuhan guru, lanjut dia, juga akan dipenuhi dengan menjaring 5 ribu calon pendidik berkualitas
melalui rintisan profesi guru dengan pola ikatan dinas. "Nanti kami ambil dari mahasiswa dan
lulusan baru perguruan tinggi (PT)," ungkap dia. (nuq/c11/dwi/jpnn)